Kasus pembunuhan memang selalu memilukan dan membuat takut masyarakat. Biasanya tindakan keji tersebut lebih sering dilakukan oleh orang-orang dewasa dengan segala intrik mereka.
Namun, tak sedikit juga kasus pembunuhan yang melibatkan pelaku di kalangan remaja dan anak-anak. Salah satu kasus tersadis yang pernah dilaporkan yakni pembunuhan yang dilakukan oleh bocah 11 tahun asal Inggris.
Mary Flora Bell, terbukti telah membunuh dua anak kecil di tahun yang sama pada 1968. Sebelum usianya mencapai 11 tahun, Marry Bell kala itu bertanggung jawab atas pembunuhan Martin Brown di sebuah rumah kosong di Scotwood.
Penemuan balita itu sempat diusut oleh polisi. Sayangnya, pihak kepolisian saat itu tak menemukan banyak bukti serta kekerasan yang menimpa Brown. Hingga akhirnya kematian bocah itu ditetapkan sebagai kecelakaan.
Dua bulan kemudian pada di akhir Juli 1968, Mary yang sudah masuk sekolah sempat melakukan aksi keji lainnya bersama satu temannya yang lain, yakni Norma Bell. Meskipun keduanya tidak sehubungan darah, tapi kedua gadis itu punya kecenderungan untuk melukai anak-anak kecil sampai membunuh balita dengan tragis.
Baik Mary dan Bell, keduanya melakukan pembunuhan keji secara bersama-sama terhadap Brian Howe. Balita malang tersebut ditemukan dalam keadaan tubuh terpotong dengan gunting.
Parahnya, Mary dan Bell juga mengukir huruf 'M' di bagian dada bocah cilik itu. Tak hanya itu mereka juga memotong penis Howe. Sebelum tindakan keji itu dilakukan, bocah malang itu diketahui tewas akibat dicekik terlabih dahulu.
Polisi tentunya tak langsung tahu siapa pembunuh keji yang melakukan tindakan setega itu pada balita tersebut. Namun, mereka mulai menyadari ada yang tidak beres dengan perilaku Mary saat pemakaman Howe.
Menunjukan perilaku aneh
Ketika pemakaman akan berlangsung, ia justru bersembunyi di luar rumah Howe sambil tertawa dan menggosok tangannya ketika melihat peti matinya.
Meskipun tindakan bocah 11 tahun itu tampak mencurigakan, polisi tak bisa langsung menarik kesimpulan dari tindakan tersebut. Kasus pembunuhan ini terbongkar setelah Norma Bell mulai mengakui perbuatannya kepada polisi. Kepolosan bocah itu mengakui perbuatannya juga melibatkan nama Mary.
Setelah disalahkan Norma, Mary kemudian berdalih bahwa ia hanya hadir dalam pembunuhan tersebut dan menyalahkan seluruh rencana pembunuhan itu pada Norma. Alhasil polisi langsung menahan dan mendakwa kedua gadis tersebut hingga tanggal persidangan ditetapkan.
Ketika persidangan berlangsung, Mary mengakui tindakan pembunuhan tersebut semata-mata dilakukan untuk mendapatkan kesenangan dan rasa mendebarkan.
Sebelumnya ia juga pernah menuliskan pengakuan terhadap aksi pembunuhan Martin Brown dalam buku catatannya. Sayangnya, pada saat itu, Mary dianggap masih sangat muda dan menjadikannya sebagai tersangka bukanlah ide yang dianggap masuk akal.
Meskipun begitu polisi sempat menaruh dugaan bahwa gadis itu sempat terlibat namun mereka justru memilih untuk tidak menghiraukannya.
Aksi pembunuhannya terhadap dua balita sekaligus membuat kasus Mary Bell mencuat ke publik Inggris. Hal ini sempat ramai dibahas di media dan tak jarang mengganti nama Mary dengan "Terlahir sebagai penjahat".
DIberikan kehidupan baru
Akhirnya juri menjatuhkan vonis bersalah terhadap gadis kecil tersebut. Meski begitu keputusan ini sempat menjadi rancu karena Mary menunjukan gejala-gejala klasik psikopati.
Meski begitu keputusan hakim sudah bulat karena Mary dianggap sebagai anak yang berbahaya dan bisa menjadi ancaman yang serius bagi anak-anak lain.
Pihak pengadilan menggunakan istilah 'at Her majesty's Pleasure' pada kasus Mery Bell, sebagai istilah hukum di Inggris yang mempunyai kekuatan tertentu untuk tidak memberikan tergugat dapat lolos dari kasusnya. Ia dihukum selama 12 tahun di penjara, meski begitu Mary juga mendapat perawatan dan rehabilitasi di penjara.
Gadis itu kemudian mendapat kemajuan yang lebih baik dalam hidupnya hingga akhirnya dikeluarkan di tahun 1980. Walaupun ia sudah keluar dari jeruji besi penjara, namun Mary tak bisa mendapatkan kebebasannya kembali dengan mudah.
Ia boleh kembali ke masyarakat namun dengan banyak peraturan ketat yang mengekangnya dibandingkan hidup di penjara. Mary Bell dikeluarkan pada usia 23 tahun dan mendapat kesempatan untuk memperoleh kehidupan baru. Nama barunya mampu melindungi gadis itu dari pemberitaan di media. Sayangnya, ia harus hidup berpindah-pindah untuk menghindari kejaran pers yang selalu mencarinya.
Di antara naik turunnya kehidupan barunya, Mary berhasil menikah dan melahirkan anak perempuan di tahun 1984. Selama 14 tahun lamanya, putrinya tak pernah tahu kejahatan apa yang telah dilakukan oleh ibu kandungnya. Sampai akhirnya koran lokal berhasil menemukan nama suami Mary dan berhasil melacaknya.
Penemuan itu, membuat hidup Marry menjadi lebih buruk. Para wartawan mengepung dan berkemah di sekitar rumahnya. Pihak keluarga sampai harus melarikan diri dengan menyembunyikan wajah mereka menggunakan sprei.
Kewenangan yang diberikan pengadilan dan pemerintah Inggris selalu membantu dan melindungi Bell dari tindakan publikasi. Setelah namanya sempat mencuat ke publik, kini ia berlindung di balik alamat rahasia sehingga tak diketahui oleh banyak orang.
Meski begitu, warga Inggris tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dan pengadilan yang terus membantunya untuk menyembunyikan diri. Banyak orang merasa bahwa Mary tidak layak untuk mendapat perlindungan. June Richardson juga menyesali keputusan tersebut karena mereka sebagai pihak korban, justru tidak diberikan hak yang sama seperti dengan pembunuh.
Artikel Asli